PROSIDING SEMINAR NASIONAL KESEHATAN 2020 STIKES RESPATI YOGYAKARTA TAHUN 2020
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
1 | P a g e
HUBUNGAN PARITAS DAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
DENGAN STUNTING PADA BALITA
(LITERATURE REVIEW)
Dublin Core
Title
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KESEHATAN 2020 STIKES RESPATI YOGYAKARTA TAHUN 2020
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
1 | P a g e
HUBUNGAN PARITAS DAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
DENGAN STUNTING PADA BALITA
(LITERATURE REVIEW)
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
1 | P a g e
HUBUNGAN PARITAS DAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
DENGAN STUNTING PADA BALITA
(LITERATURE REVIEW)
Subject
Paritas, ASI Eksklusif, Balita, Stunting
Description
Stunting adalah gangguan pertumbuhan yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu
lama dan ditunjukkan dengan nilai z skor TB/U kurang dari-2 SD. Stunting pada masa anak
merupakan faktor risiko kematian dan menyebabkan rendahnya kemampuan kognitif serta
perkembangan motorik. Faktor yang berhubungan dengan stunting diantaranya adalah faktor ibu,
genetik, asupan makanan dan penyakit infeksi. Studi literatur dilakukan dengan menelusuri artikel
melalui Google Scholar, mulai tahun 2016-2019. Hasil studi menunjukkan bahwa paritas dan
pemberian ASI Eksklusif berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Keluarga yang
memiliki banyak anak dan disertai kondisi ekonomi yang kurang, memiliki risiko lebih besar untuk
memiliki balita stunting karena keluarga tidak dapat memberikan perhatian dan mencukupi
kebutuhan gizi seluruh anaknya. Pemberian ASI eksklusif harus dilakukan karena ASI mengandung
zat gizi dan imunologik yang lengkap sehingga sangat menunjang pertumbuhan dan meningkatkan
daya tahan tubuh. Untuk itu perlu mendorong keluarga untuk mengatur jarak persalinan dan
memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman yang cukup agar dapat memberikan ASI secara
eksklusif.
Kata Kunci: Paritas, ASI Eksklusif, Balita, Stunting
PENDAHULUAN
Stunting adalah istilah yang digunakan
untuk menunjukkan pertumbuhan anak
yang kurang baik, yaitu tinggi badan
anak lebih pendek dibandingkan tinggi
badan anak lain pada usia yang sama,
atau dengan kata lain anak memiliki
tinggi badan yang tidak sesuai dengan
usianya. Kondisi ini disebabkan oleh
tidak terpenuhinya kebutuhan gizi
selama kehamilan (janin) dan masa
balita. Tidak sedikit masyarakat yang
tidak menyadari bahwa anak balitanya
mengalami stunting dikarenakan tidak
memahami ciri-cirinya. Balita stunting
memiliki proporsi tubuh normal
namun terlihat kecil untuk usianya,
berat badan rendah untuk usianya
(meskipun terkadang pipi terlihat
chubby), serta pertumbuhan tulang
tertunda,
Saat ini stunting menjadi salah satu
masalah kesehatan di Indonesia.
Sekitar 8 juta anak balita di Indonesia
mengalami gangguan pertumbuhan
pada tahun 2018. Prevalensi stunting di
Indonesia berdasarkan hasil riset
kesehatan dasar (Riskesdas) tahun
2018 sebesar 30,8%. Menurut World
Health Organization (WHO), jika
prevalensi suatu masalah melebihi 20%
maka masalah tersebut menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang
serius dan harus segera ditangani.
Angka stunting di di Jawa Barat sendiri
sebesar 29,2% yang artinya terdapat
2,7 juta balita mengalami stunting.
Angka tertinggi di Kabupaten Garut
(43,2%), kemudian Kabupaten
Sukabumi (37,6%), dan Kabupaten
Cianjur (35,7%). Kondisi ini harus
menjadi perhatian semua pihak dan
upaya pencegahan harus menjadi
prioritas.
Stunting harus dicegah dan segera
ditanggulangi karena banyak kerugian
yang ditimbulkan akibat stunting pada
balita, baik kerugian jangka pendek
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
2 | P a g e
maupun jangka panjang. Anak usia
lebih dari 2 tahun yang mengalami
stunting kemungkinan besar tidak akan
mampu mengejar pertumbuhan yang
hilang. Kerugian jangka pendek dari
stunting adalah meningkatnya
kejadian kesakitan dan kematian;
terhambatnya perkembangan kognitif,
motorik, dan verbal, serta
meningkatnya biaya kesehatan.
Adapun kerugian jangka panjang dari
stunting adalah postur tubuh yang
tidak optimal saat dewasa,
meningkatnya risiko obesitas dan
penyakit degeneratif lainnya,
menurunnya kesehatan reproduksi;
kapasitas belajar dan performa yang
kurang optimal saat masa sekolah; serta
produktivitas dan kapasitas kerja yang
tidak optimal.
Selain kerugian yang dialami balita
secara pribadi, stunting juga
menyebabkan kerugian bagi negara.
Secara finansial, kerugian negara
akibat stunting adalah sekitar 300
triliun dalam satu tahun. Angka yang
fantastis dan membebani negara jika
tidak dicegah dan segera ditangani.
Menurut Deputi Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, kerugian ini
meliputi aspek pendidikan, ekonomi,
dan kesehatan. Dari aspek pendidikan,
seorang anak yang mengalami stunting
bisa jadi harus menempuh pendidikan
SD lebih lama dibandingkan yang
lainnya karena terganggunya
perkembangan kognitif, motorik, dan
verbal. Tentunya ini berdampak pada
meningkatnya pembiayaan untuk
proses pendidikan. Pada aspek
kesehatan, balita stunting berisiko
mengalami berbagai penyakit sehingga
membebani APBN karena subsidi
untuk kesehatan menjadi meningkat.
Selain itu stunting juga membebani
aspek ekonomi, karena ketika
memasuki usia produktif dan harus
memasuki dunia kerja mereka dengan
riwayat stunting pada masa balita
menjadi kurang produktif dan sulit
mencari pekerjaan layak.
Upaya pencegahan stunting harus
menjadi prioritas karena mencegah
lebih efektif dan efisien dibandingkan
mengobati atau menanggulangi
dampak suatu masalah. Terdapat tiga
hal utama yang harus diperhatikan
dalam mencegah stunting, yaitu
perbaikan gizi melalui perbaikan pola
makan; pola asuh yang tepat; serta
perbaikan sanitasi dan akses air bersih.
Fokus gerakan perbaikan gizi untuk
mencegah stunting ditujukan kepada
kelompok usia 1000 hari pertama
kehidupan, yaitu pada masa kehamilan
(konsepsi dan janin) sampai anak
berusia 24 bulan.
Banyak studi yang telah dilakukan
untuk mengetahui faktor risiko yang
berkaitan dengan stunting pada balita.
Studi literatur ini dilakukan untuk
menggambarkan kaitan paritas dan
pemberian ASI eksklusif terhadap
stunting pada balita.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Stunting pada balita atau istilah lainnya
adalah kerdil merupakan suatu kondisi
dimana balita memiliki panjang atau
tinggi badan kurang jika dibandingkan
dengan umur, dengan kata lain anak
lebih pendek untuk usianya. Hasil
pengukuran panjang atau tinggi badan
balita stunting dibandingkan umurnya
adalah lebih dari minus dua standar
deviasi median (< -2 SD indeks TB
atau PB/ U), berdasarkan standar
pertumbuhan anak dari WHO.
2. Penyebab
Stunting termasuk masalah gizi kronik
yang disebabkan oleh banyak faktor
seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu
saat hamil, kesakitan pada bayi, dan
kurangnya asupan gizi pada bayi.
Determinan utama stunting di
Indonesia adalah:
a. ASI tidak Eksklusif pada 6 bulan
pertama,
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
3 | P a g e
b. Status ekonomi keluarga yang
rendah,
c. Kelahiran prematur
d. Panjang badan baru lahir yang
pendek,
e. Ibu yang pendek
f. Tingkat pendidikan orangtua rendah
g. Anak yang tinggal di daerah miskin
perkotaan dan di daerah pedesaan
3. Dampak
Balita stunting di masa yang akan
datang akan mengalami kesulitan
dalam mencapai perkembangan fisik
dan kognitif yang optimal. Stunting
menyebabkan efek buruk pada balita,
baik jangka panjang maupun jangka
pendek. Dampak jangka pendek dari
stunting adalah meningkatnya angka
kesakitan, kematian dan disabilitas.
Sedangkan dampak jangka panjang
yang akan muncul adalah tidak
tercapainya potensi yang ada ketika
dewasa; perawakan pendek; sistem
kekebalan tubuh yang kurang;
menurunnya kecerdasan, produktivitas
kerja dan fungsi reproduksi; serta
meningkatkan risiko untuk mengalami
obesitas, menderita diabetes,
hipertensi, penyakit jantung, keganasan
dan penyakit degeneratif lainnya pada
saat dewasa.
4. Upaya Pencegahan dan
Penanggulangan
Intervensi untuk mencegah stunting
mulai sebelum masa konsepsi dan terus
dilakukan setidaknya hingga anak
berusia 24 bulan. Upaya yang
dilakukan pada masa sebelum konsepsi
adalah melakukan upaya perbaikan
status gizi perempuan sejak masa
remaja, dengan cara meningkatkan
kesehatan, mencegah anemia dan
kekurangan gizi dan menerapkan pola
hidup sehat. Intervensi untuk bayi
sampai usia 24 bulan dilakukan dengan
dengan “standar emas makanan bayi
yang meliputi: Inisiasi Menyusu Dini
kepada bayi pada satu jam pertama
kelahiran, memberikan ASI secara
eksklusif, memberikan MPASI dengan
tepat setelah bayi berusia 6 bulan, dan
tetap melanjutkan pemberian ASI
balita berusia 24 bulan. Upaya lain
yang harus dilakukan adalah mencegah
timbulnya penyakit infeksi melalui
penyediaan sarana air bersih dan
mempermudah akses pelayanan
kesehatan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan literature
review dari hasil penelitian di
beberapa daerah di Indonesia
terkait dengan paritas dan
pemberian ASI eksklusif serta
hubunganya terhadap stunting
pada balita. Sumber pencarian
jurnal melalui google scholar
dalam kurun waktu 2016 sampai
2019, dan hasil penelitian yang
terpilih meliputi 3 penelitian dari 3
jurnal yang berbeda.
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
4 | P a g e
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Literature review ini menjelaskan tentang paritas dan pemberian ASI eksklusif serta
hubungannya dengan stunting pada balita, berdasarkan tiga hasil penelitian, yang
dapat dilihat pada tabel berikut.
Penulis, Judul dan
Tahun
Daerah Tujuan Metode Kesimpulan
Syuhrotut Taufiqoh,
Purnomo
Suryantoro, Herlin
Fitriana Kurniawati.
Maternal parity and
exclusive
breastfeeding
history are
significantly
associated
with stunting in
children aged 12-59
months, 2017
Yogyakarta Penelitian ini
dilakukan untuk
melihat
hubungan paritas
ibu dan riwayat
pemberian
ASI eksklusif
dengan kejadian
stunting pada
anak balita usia
12-
59 bulan
Penelitian ini
dilakukan dengan
pendekatan case
control. Pengambilan
sampel dengan
metode purposive
sampling dan jumlah
sampel 118
responden.
Pengumpulan data
dilakukan secara
observasi dan
wawancara
menggunakan
instrumen kuesioner.
Analisis data
bivariate dengan uji
chi
square dan
multivariate dengan
regresi logistik
dengan batas
kemaknaan 5% dan
tingkat kepercayaan
95%.
Paritas dan
riwayat
pemberian ASI
eksklusif
berhubungan
secara
signifikan
dengan
kejadian
stunting pada
anak
balita usia 12-
59 bulan
Seni Rahayu,
Hubungan
Pengetahuan, Sikap,
Perilaku Dan
Karakteristik Ibu
Tentang ASI
Eksklusif Terhadap
Status Gizi Bayi.
2018.
Kelurahan
Cibangkong
Bandung,
Jawa Barat
Penelitian ini
dilakukan untuk
menganalisis
hubungan
pengetahuan,
sikap, perilaku
dan karakteristik
Ibu terhadap
pemberian ASI
eksklusif dengan
status gizi bayi
Penelitian
menggunakan metode
kuantitatif dengan
desain observasional,
kasus kontrol. Sampel
diambil dengan teknik
simple random
sampling, terdiri dari
ibu yang memiliki bayi
usia 6-12 bulan dengan
masalah gizi (kelompok
kasus) dan ibu yang
memiliki bayi usia 6-12
dengan status gizi
normal (Kelompok
kontrol). Instrumen
yang digunakan adalah
kuesioner.
Terdapat
hubungan
antara
pengetahuan
(p= 0,006), dan
perilaku
pemberian ASI
eksklusif
(p=0,013)
dengan status
gizi bayi.
Umur dan
paritas ibu
juga
berpengaruh
sebesar 4,3 kali
terhadap status
gizi bayi
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
5 | P a g e
EllySatriani
Harahap,Analisis
Faktor Ibu Dengan
Kejadian Memiliki
Anak Balita Stunting
Di Kota Pekanbaru.
2019
Kota
Pekanbaru
Tujuan penelitian
ini adalah untuk
menganalisis
hubungan faktor
ibu dengan
kejadian stunting
di Wilayah Kerja
Puskesmas
Harapan Raya
Kota Pekanbaru
Jenis penelitian yang
digunakan adalah
kuantitatif dengan
desain cross sectional.
Sampel adalah 187
anak balita yang dipilih
secara purposive
sampling. Instrumen
penelitian
menggunakan
kuesioner, pedoman
wawancara, dan daftar
observasi.
Nilai Hb Ibu
Dalam
Kehamilan,
Perilaku Ibu
Dalam Pola
Asuh
Pemberian
Makanan
Anak Balita,
dan
Pemberian
ASI
Eksklusif
berhubungan
signifikan
dengan
resiko
kejadian
memiliki
anak balita
stunting
Hubungan Paritas Dengan Stunting
Hasil penelitian yang dilakukan Seni
Rahayu dkk (2019) menunjukkan bahwa
ibu dengan paritas primipara dan
multipara (memiliki anak kurang dari 4)
memiliki risiko lebih rendah untuk
memiliki balita stunting dibandingkan
ibu dengan paritas grandemultipara
(memiliki anak lebih dari 4) (dengan
OR= 0,4). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Palino
dkk (2017) yang menunjukkan bahwa di
wilayah kerja Puskesmas Puuwatu
Kendari, balita yang memiliki ibu
dengan paritas banyak mempunyai risiko
3,25 kali lebih besar untuk mengalami
stunting dibandingkan dengan balita
yang memiliki ibu dengan paritas sedikit.
Paritas menjadi faktor tidak langsung
terjadinya stunting, karena paritas
berhubungan erat dengan pola asuh dan
pemenuhan kebutuhan gizi anak, terlebih
apabila didukung dengan kondisi
ekonomi yang kurang. Anak yang lahir
dari ibu dengan paritas banyak memiliki
peluang lebih besar untuk mendapatkan
pola asuh yang buruk dan tidak
tercukupinya pemenuhan kebutuhan gizi
selama masa pertumbuhan. Anak yang
memiliki jumlah saudara kandung yang
banyak dapat menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan karena
persaingan untuk sumber gizi yang
tersedia terbatas di rumah. Penelitian
Cheikh Mbacké Faye (2018) yang
dilakukan di Nairobi menunjukkan
bahwa paritas ibu dan status sosial
ekonomi rumah tangga adalah faktor
penting yang terkait dengan waktu untuk
pulih dari stunting pada lima tahun
pertama kehidupan. Hasil penelitian
Louise H. Dekker, Mercedes Mora-
Plazas, Constanza Marín, Ana Baylin,
dan Eduardo Villamor (2010) juga
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang kuat dan positif paritas ibu dengan
stunting (p <0001). Hasil penelitian
Cruz, L.M (2017), di Mozambi,
menunjukkan hasil bahwa jumlah anak
di bawah lima tahun yang ada dalam
sebuah rumah tangga berhubungan
signifikan dengan stunting. Sekain itu,
hal lain yang berhubungan dengan
stunting adalah berat lahir, status
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
6 | P a g e
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, tinggal di
daerah pedesaan, ukuran keluarga,
memasak dengan arang, menghuni
perumahan kayu atau jerami atau
perumahan tanpa lantai yang layak,
durasi menyusui secara keseluruhan serta
lamanya menyusui eksklusif, dan waktu
inisiasi pemberian makanan pelengkap.
Untuk mencegah kondisi ini maka
Pasangan Usia Subur (PUS) diberikan
pemahaman mengenai risiko yang akan
terjadi jika memiliki anak dengan jumlah
banyak, baik risiko bagi ibu maupun
bayinya. Keluarga yang telah terlanjur
memiliki anak dalam jumlah banyak
didorong untuk memberikan perhatian
lebih kepada anaknya terutama yang
berusia balita, dalam hal pemenuhan
kebutuhan gizi, serta pemeliharaan status
kesehatan.
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif
Dengan Stunting
Menurut WHO ASI eksklusif adalah
pemberian ASI saja pada bayi sampai
usia 6 bulan tanpa tambahan cairan
ataupun makanan lain. ASI dapat
diberikan sampai bayi berusia 2 tahun.
Hasil penelitian yang dilakukan Seni
Rahayu dkk (2019) menunjukkan bahwa
bayi yang tidak mendapatkan ASI secara
eksklusif memiliki risiko 2,62 kali lebih
tinggi untuk mengalami stunting. Hal ini
sejalan dengan penelitian Fitri Lidia
(2018) dan Triana Noor Hanida dan
Haniyah Siti (2019) yang menunjukkan
adanya hubungan pemberian ASI
eksklusif dengan stunting pada balita
(p=0,004). Penelitian yang dilakukan
oleh Fikadu, T., Assegid, S. dan Dube, L
(2014) pada Balita usia 25-59 bulan di
distrik Meskan, Gurage Zone, Etiopia
Selatan menunjukkan bahwa anak yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif sampai
usia 6 bulan memiliki risiko 3,27 kali
lebih tinggi untuk mengalami stunting
dibandingkan anak yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif samapi 6
bulan. Sejalan pula dengan hasil
penelitian Lestari, E., Hasanah, F. and
Nugroho, N. (2018) yang menunjukkan
bahwa pemberian ASI eksklusif
merupakan faktor perlindungan terhadap
stunting, sehingga pemberian ASI
eksklusif dapat mengurangi prevalensi
stunting pada anak di bawah usia lima
tahun.
ASI merupakan makanan yang paling
baik untuk bayi segera setelah lahir.
Pemberian ASI eksklusif dapat
memenuhi kebutuhan zat gizi bayi serta
penunjang pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal sehingga
dapat mempengaruhi status gizi bayi.
Pemberian ASI dianjurkan diberikan
hingga anak berusia 2 tahun. Bagi bayi
usia 6-8 bulan, ASI masih memenuhi
kebutuhan kalori sebanyak 70%, untuk
bayi usia 9-11 bulan dapat memenuhi
kalori sebanyak 55% sementara untuk
bayi usia 12 – 23 bulan dapat memenuhi
kalori sebanyak 40%. Keadaan ini akan
secara bermakna memenuhi kebutuhan
makanan bayi sampai usia 2 tahun.
Dengan demikian, pemberian ASI
terutama ASI eksklusif akan membantu
mengurangi angka kejadian kurang gizi
dan pertumbuhan yang terhenti yang
umumnya terjadi pada usia ini. Selain
itu, ASI juga memiliki antibodi yang
lengkap sehingga bayi yang mendapat
ASI akan lebih jarang menderita sakit
dan akan menekan angka kesakitan dan
kematian bayi. Hasil penelitian Lamberti,
L.M., Fischer Walker, C.L., Noiman, A.
et al. (2011) menunjukkan bahwa bayi
yang tidak mendapatkan ASI eksklusif
memiliki risiko kematian akibat diare
yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bayi yang mendapatkan ASI eksklusif
(RR: 10,52).
Para ibu yang memiliki bayi harus
didorong untuk memberikan ASI secara
eksklusif disertai adanya dengan
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
7 | P a g e
dukungan dari suami dan keluarga
terdekat. Hal ini dapat diupayakan sejak
ibu menjalani kehamilan dengan
memberikan informasi yang tepat terkait
ASI eksklusif juga berbagai upaya yang
dapat dilakukan untuk menunjang
keberhasilannya. Suami dan keluarga
terdekat juga perlu mendapatkan
informasi terkait ini agar bisa menunjang
keberhasilan ibu dalam memberikan ASI
eksklusif.
KESIMPULAN
Berdasarkan studi literatur yang
dilakukan menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara paritas
ibu dan pemberian ASI eksklusif
terhadap kejadian stunting pada balita.
Tenaga kesehatan, tokoh masyarakat dan
tokoh agama harus bersinergi dalam
melakukan upaya mendorong Pasangan
Usia Subur (PUS) dapat mengatur
jumlah anak yang dimiliki. Selain itu
para ibu dan juga suami dan keluarga
terdekat diberikan pemahaman dan
kesadaran untuk dapat memberikan ASI
secara eksklusif melalui kegiatan
konseling terhadap ibu hamil yang
berkunjung ke posyandu, atau pada
kelas ibu hamil. Selain itu kehadiran
klinik laktasi juga diperlukan agar dapat
membantu ibu berhasil memberikan ASI
secara eksklusif.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan.
2019. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
Kementerian Kesehatan.
Cheikh Mbacké Faye, et all. 2018.
Factors Associated With Recovery From
Stunting Among Under-Five Children In
Two Nairobi Informal Settlements.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.021
5488. [13/03/2020]
Cruz, L.M., Azpeitia, G.G., Súarez, D.R.,
Rodríguez, A.S., Ferrer, J.F., & Serra-
Majem, L. 2017. Factors Associated with
Stunting among Children Aged 0 to 59
Months from the Central Region of
Mozambique. Nutrients.
Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat. 2019. Pedoman Pencegahan
dan Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita.
Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Fikadu, T., Assegid, S. & Dube, L. 2014.
Factors associated with stunting among
children of age 24 to 59 months in
Meskan district, Gurage Zone, South
Ethiopia: a case-control study. BMC
Public Health 14, 800.
https://doi.org/10.1186/1471-2458-14-
800.
Lamberti, L.M., Fischer Walker, C.L.,
Noiman, A. et al. 2011. Breastfeeding
and the risk for diarrhea morbidity and
mortality. BMC Public Health 11, S15.
https://doi.org/10.1186/1471-2458-11-
S3-S15
Lidia Fitri, 2018. Hubungan BBLR Dan
ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting
Di Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru.
Jurnal Endurance. Volume 3, Nomor 1.
Lestari, E., Hasanah, F. and Nugroho, N.
2018. Correlation between non-exclusive
breastfeeding and low birth weight to
stunting in children. Paediatrica
Indonesiana. 58, 3 (Jun. 2018), 123-7.
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
8 | P a g e
DOI:https://doi.org/10.14238/pi58.3.201
8.123-7.
Louise H. Dekker, Mercedes Mora-
Plazas, Constanza Marín, Ana Baylin,
dan Eduardo Villamor (2010). Stunting
associated with poor socioeconomic and
maternal nutrition status and respiratory
morbidity in Colombian schoolchildren.
Food and Nutrition Bulletin, Vol. 31, no.
2 © 2010, The United Nations
University.
Palino,Inochi, dkk. 2017. Determinan
Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-
59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Puuwatu Kota Kendari Tahun 2016.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat. Volume 2, Nomor 6.
Pusat Data dan Informasi. 2018. Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Rahayu, Seni dkk. 2019. Hubungan
Pengetahuan, Sikap, Perilaku Dan
Karakteristik Ibu Tentang ASI Eksklusif
Terhadap Status Gizi Bayi. Jurnal
AcTion: Aceh Nutrition Journal,
Volume 4, Nomor 1.
Satriani, Elly, dkk. 2020. Analisis Faktor
Ibu Dengan Kejadian Memiliki Anak
Balita Stunting Di Kota Pekanbaru.
2019. Jurnal Medika Usada. Volume 3,
Nomor 1.
Taufiqoh, Syuhrotut dkk. 2017.
Maternal Parity And Exclusive
Breastfeeding History Are Significantly
Associated With Stunting In Children
Aged 12-59 Months. Majalah Obstetri &
Ginekologi, Volume 25, Nomor 2.
Triana Noor Hanida dan Haniyah Siti.
2019. Relationship of Exclusive
Breastfeeding, Complementary Feeding
and Nutritional Intake with Stunting in
lama dan ditunjukkan dengan nilai z skor TB/U kurang dari-2 SD. Stunting pada masa anak
merupakan faktor risiko kematian dan menyebabkan rendahnya kemampuan kognitif serta
perkembangan motorik. Faktor yang berhubungan dengan stunting diantaranya adalah faktor ibu,
genetik, asupan makanan dan penyakit infeksi. Studi literatur dilakukan dengan menelusuri artikel
melalui Google Scholar, mulai tahun 2016-2019. Hasil studi menunjukkan bahwa paritas dan
pemberian ASI Eksklusif berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Keluarga yang
memiliki banyak anak dan disertai kondisi ekonomi yang kurang, memiliki risiko lebih besar untuk
memiliki balita stunting karena keluarga tidak dapat memberikan perhatian dan mencukupi
kebutuhan gizi seluruh anaknya. Pemberian ASI eksklusif harus dilakukan karena ASI mengandung
zat gizi dan imunologik yang lengkap sehingga sangat menunjang pertumbuhan dan meningkatkan
daya tahan tubuh. Untuk itu perlu mendorong keluarga untuk mengatur jarak persalinan dan
memiliki bekal pengetahuan dan pemahaman yang cukup agar dapat memberikan ASI secara
eksklusif.
Kata Kunci: Paritas, ASI Eksklusif, Balita, Stunting
PENDAHULUAN
Stunting adalah istilah yang digunakan
untuk menunjukkan pertumbuhan anak
yang kurang baik, yaitu tinggi badan
anak lebih pendek dibandingkan tinggi
badan anak lain pada usia yang sama,
atau dengan kata lain anak memiliki
tinggi badan yang tidak sesuai dengan
usianya. Kondisi ini disebabkan oleh
tidak terpenuhinya kebutuhan gizi
selama kehamilan (janin) dan masa
balita. Tidak sedikit masyarakat yang
tidak menyadari bahwa anak balitanya
mengalami stunting dikarenakan tidak
memahami ciri-cirinya. Balita stunting
memiliki proporsi tubuh normal
namun terlihat kecil untuk usianya,
berat badan rendah untuk usianya
(meskipun terkadang pipi terlihat
chubby), serta pertumbuhan tulang
tertunda,
Saat ini stunting menjadi salah satu
masalah kesehatan di Indonesia.
Sekitar 8 juta anak balita di Indonesia
mengalami gangguan pertumbuhan
pada tahun 2018. Prevalensi stunting di
Indonesia berdasarkan hasil riset
kesehatan dasar (Riskesdas) tahun
2018 sebesar 30,8%. Menurut World
Health Organization (WHO), jika
prevalensi suatu masalah melebihi 20%
maka masalah tersebut menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang
serius dan harus segera ditangani.
Angka stunting di di Jawa Barat sendiri
sebesar 29,2% yang artinya terdapat
2,7 juta balita mengalami stunting.
Angka tertinggi di Kabupaten Garut
(43,2%), kemudian Kabupaten
Sukabumi (37,6%), dan Kabupaten
Cianjur (35,7%). Kondisi ini harus
menjadi perhatian semua pihak dan
upaya pencegahan harus menjadi
prioritas.
Stunting harus dicegah dan segera
ditanggulangi karena banyak kerugian
yang ditimbulkan akibat stunting pada
balita, baik kerugian jangka pendek
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
2 | P a g e
maupun jangka panjang. Anak usia
lebih dari 2 tahun yang mengalami
stunting kemungkinan besar tidak akan
mampu mengejar pertumbuhan yang
hilang. Kerugian jangka pendek dari
stunting adalah meningkatnya
kejadian kesakitan dan kematian;
terhambatnya perkembangan kognitif,
motorik, dan verbal, serta
meningkatnya biaya kesehatan.
Adapun kerugian jangka panjang dari
stunting adalah postur tubuh yang
tidak optimal saat dewasa,
meningkatnya risiko obesitas dan
penyakit degeneratif lainnya,
menurunnya kesehatan reproduksi;
kapasitas belajar dan performa yang
kurang optimal saat masa sekolah; serta
produktivitas dan kapasitas kerja yang
tidak optimal.
Selain kerugian yang dialami balita
secara pribadi, stunting juga
menyebabkan kerugian bagi negara.
Secara finansial, kerugian negara
akibat stunting adalah sekitar 300
triliun dalam satu tahun. Angka yang
fantastis dan membebani negara jika
tidak dicegah dan segera ditangani.
Menurut Deputi Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, kerugian ini
meliputi aspek pendidikan, ekonomi,
dan kesehatan. Dari aspek pendidikan,
seorang anak yang mengalami stunting
bisa jadi harus menempuh pendidikan
SD lebih lama dibandingkan yang
lainnya karena terganggunya
perkembangan kognitif, motorik, dan
verbal. Tentunya ini berdampak pada
meningkatnya pembiayaan untuk
proses pendidikan. Pada aspek
kesehatan, balita stunting berisiko
mengalami berbagai penyakit sehingga
membebani APBN karena subsidi
untuk kesehatan menjadi meningkat.
Selain itu stunting juga membebani
aspek ekonomi, karena ketika
memasuki usia produktif dan harus
memasuki dunia kerja mereka dengan
riwayat stunting pada masa balita
menjadi kurang produktif dan sulit
mencari pekerjaan layak.
Upaya pencegahan stunting harus
menjadi prioritas karena mencegah
lebih efektif dan efisien dibandingkan
mengobati atau menanggulangi
dampak suatu masalah. Terdapat tiga
hal utama yang harus diperhatikan
dalam mencegah stunting, yaitu
perbaikan gizi melalui perbaikan pola
makan; pola asuh yang tepat; serta
perbaikan sanitasi dan akses air bersih.
Fokus gerakan perbaikan gizi untuk
mencegah stunting ditujukan kepada
kelompok usia 1000 hari pertama
kehidupan, yaitu pada masa kehamilan
(konsepsi dan janin) sampai anak
berusia 24 bulan.
Banyak studi yang telah dilakukan
untuk mengetahui faktor risiko yang
berkaitan dengan stunting pada balita.
Studi literatur ini dilakukan untuk
menggambarkan kaitan paritas dan
pemberian ASI eksklusif terhadap
stunting pada balita.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Stunting pada balita atau istilah lainnya
adalah kerdil merupakan suatu kondisi
dimana balita memiliki panjang atau
tinggi badan kurang jika dibandingkan
dengan umur, dengan kata lain anak
lebih pendek untuk usianya. Hasil
pengukuran panjang atau tinggi badan
balita stunting dibandingkan umurnya
adalah lebih dari minus dua standar
deviasi median (< -2 SD indeks TB
atau PB/ U), berdasarkan standar
pertumbuhan anak dari WHO.
2. Penyebab
Stunting termasuk masalah gizi kronik
yang disebabkan oleh banyak faktor
seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu
saat hamil, kesakitan pada bayi, dan
kurangnya asupan gizi pada bayi.
Determinan utama stunting di
Indonesia adalah:
a. ASI tidak Eksklusif pada 6 bulan
pertama,
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
3 | P a g e
b. Status ekonomi keluarga yang
rendah,
c. Kelahiran prematur
d. Panjang badan baru lahir yang
pendek,
e. Ibu yang pendek
f. Tingkat pendidikan orangtua rendah
g. Anak yang tinggal di daerah miskin
perkotaan dan di daerah pedesaan
3. Dampak
Balita stunting di masa yang akan
datang akan mengalami kesulitan
dalam mencapai perkembangan fisik
dan kognitif yang optimal. Stunting
menyebabkan efek buruk pada balita,
baik jangka panjang maupun jangka
pendek. Dampak jangka pendek dari
stunting adalah meningkatnya angka
kesakitan, kematian dan disabilitas.
Sedangkan dampak jangka panjang
yang akan muncul adalah tidak
tercapainya potensi yang ada ketika
dewasa; perawakan pendek; sistem
kekebalan tubuh yang kurang;
menurunnya kecerdasan, produktivitas
kerja dan fungsi reproduksi; serta
meningkatkan risiko untuk mengalami
obesitas, menderita diabetes,
hipertensi, penyakit jantung, keganasan
dan penyakit degeneratif lainnya pada
saat dewasa.
4. Upaya Pencegahan dan
Penanggulangan
Intervensi untuk mencegah stunting
mulai sebelum masa konsepsi dan terus
dilakukan setidaknya hingga anak
berusia 24 bulan. Upaya yang
dilakukan pada masa sebelum konsepsi
adalah melakukan upaya perbaikan
status gizi perempuan sejak masa
remaja, dengan cara meningkatkan
kesehatan, mencegah anemia dan
kekurangan gizi dan menerapkan pola
hidup sehat. Intervensi untuk bayi
sampai usia 24 bulan dilakukan dengan
dengan “standar emas makanan bayi
yang meliputi: Inisiasi Menyusu Dini
kepada bayi pada satu jam pertama
kelahiran, memberikan ASI secara
eksklusif, memberikan MPASI dengan
tepat setelah bayi berusia 6 bulan, dan
tetap melanjutkan pemberian ASI
balita berusia 24 bulan. Upaya lain
yang harus dilakukan adalah mencegah
timbulnya penyakit infeksi melalui
penyediaan sarana air bersih dan
mempermudah akses pelayanan
kesehatan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan literature
review dari hasil penelitian di
beberapa daerah di Indonesia
terkait dengan paritas dan
pemberian ASI eksklusif serta
hubunganya terhadap stunting
pada balita. Sumber pencarian
jurnal melalui google scholar
dalam kurun waktu 2016 sampai
2019, dan hasil penelitian yang
terpilih meliputi 3 penelitian dari 3
jurnal yang berbeda.
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
4 | P a g e
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Literature review ini menjelaskan tentang paritas dan pemberian ASI eksklusif serta
hubungannya dengan stunting pada balita, berdasarkan tiga hasil penelitian, yang
dapat dilihat pada tabel berikut.
Penulis, Judul dan
Tahun
Daerah Tujuan Metode Kesimpulan
Syuhrotut Taufiqoh,
Purnomo
Suryantoro, Herlin
Fitriana Kurniawati.
Maternal parity and
exclusive
breastfeeding
history are
significantly
associated
with stunting in
children aged 12-59
months, 2017
Yogyakarta Penelitian ini
dilakukan untuk
melihat
hubungan paritas
ibu dan riwayat
pemberian
ASI eksklusif
dengan kejadian
stunting pada
anak balita usia
12-
59 bulan
Penelitian ini
dilakukan dengan
pendekatan case
control. Pengambilan
sampel dengan
metode purposive
sampling dan jumlah
sampel 118
responden.
Pengumpulan data
dilakukan secara
observasi dan
wawancara
menggunakan
instrumen kuesioner.
Analisis data
bivariate dengan uji
chi
square dan
multivariate dengan
regresi logistik
dengan batas
kemaknaan 5% dan
tingkat kepercayaan
95%.
Paritas dan
riwayat
pemberian ASI
eksklusif
berhubungan
secara
signifikan
dengan
kejadian
stunting pada
anak
balita usia 12-
59 bulan
Seni Rahayu,
Hubungan
Pengetahuan, Sikap,
Perilaku Dan
Karakteristik Ibu
Tentang ASI
Eksklusif Terhadap
Status Gizi Bayi.
2018.
Kelurahan
Cibangkong
Bandung,
Jawa Barat
Penelitian ini
dilakukan untuk
menganalisis
hubungan
pengetahuan,
sikap, perilaku
dan karakteristik
Ibu terhadap
pemberian ASI
eksklusif dengan
status gizi bayi
Penelitian
menggunakan metode
kuantitatif dengan
desain observasional,
kasus kontrol. Sampel
diambil dengan teknik
simple random
sampling, terdiri dari
ibu yang memiliki bayi
usia 6-12 bulan dengan
masalah gizi (kelompok
kasus) dan ibu yang
memiliki bayi usia 6-12
dengan status gizi
normal (Kelompok
kontrol). Instrumen
yang digunakan adalah
kuesioner.
Terdapat
hubungan
antara
pengetahuan
(p= 0,006), dan
perilaku
pemberian ASI
eksklusif
(p=0,013)
dengan status
gizi bayi.
Umur dan
paritas ibu
juga
berpengaruh
sebesar 4,3 kali
terhadap status
gizi bayi
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
5 | P a g e
EllySatriani
Harahap,Analisis
Faktor Ibu Dengan
Kejadian Memiliki
Anak Balita Stunting
Di Kota Pekanbaru.
2019
Kota
Pekanbaru
Tujuan penelitian
ini adalah untuk
menganalisis
hubungan faktor
ibu dengan
kejadian stunting
di Wilayah Kerja
Puskesmas
Harapan Raya
Kota Pekanbaru
Jenis penelitian yang
digunakan adalah
kuantitatif dengan
desain cross sectional.
Sampel adalah 187
anak balita yang dipilih
secara purposive
sampling. Instrumen
penelitian
menggunakan
kuesioner, pedoman
wawancara, dan daftar
observasi.
Nilai Hb Ibu
Dalam
Kehamilan,
Perilaku Ibu
Dalam Pola
Asuh
Pemberian
Makanan
Anak Balita,
dan
Pemberian
ASI
Eksklusif
berhubungan
signifikan
dengan
resiko
kejadian
memiliki
anak balita
stunting
Hubungan Paritas Dengan Stunting
Hasil penelitian yang dilakukan Seni
Rahayu dkk (2019) menunjukkan bahwa
ibu dengan paritas primipara dan
multipara (memiliki anak kurang dari 4)
memiliki risiko lebih rendah untuk
memiliki balita stunting dibandingkan
ibu dengan paritas grandemultipara
(memiliki anak lebih dari 4) (dengan
OR= 0,4). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Palino
dkk (2017) yang menunjukkan bahwa di
wilayah kerja Puskesmas Puuwatu
Kendari, balita yang memiliki ibu
dengan paritas banyak mempunyai risiko
3,25 kali lebih besar untuk mengalami
stunting dibandingkan dengan balita
yang memiliki ibu dengan paritas sedikit.
Paritas menjadi faktor tidak langsung
terjadinya stunting, karena paritas
berhubungan erat dengan pola asuh dan
pemenuhan kebutuhan gizi anak, terlebih
apabila didukung dengan kondisi
ekonomi yang kurang. Anak yang lahir
dari ibu dengan paritas banyak memiliki
peluang lebih besar untuk mendapatkan
pola asuh yang buruk dan tidak
tercukupinya pemenuhan kebutuhan gizi
selama masa pertumbuhan. Anak yang
memiliki jumlah saudara kandung yang
banyak dapat menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan karena
persaingan untuk sumber gizi yang
tersedia terbatas di rumah. Penelitian
Cheikh Mbacké Faye (2018) yang
dilakukan di Nairobi menunjukkan
bahwa paritas ibu dan status sosial
ekonomi rumah tangga adalah faktor
penting yang terkait dengan waktu untuk
pulih dari stunting pada lima tahun
pertama kehidupan. Hasil penelitian
Louise H. Dekker, Mercedes Mora-
Plazas, Constanza Marín, Ana Baylin,
dan Eduardo Villamor (2010) juga
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang kuat dan positif paritas ibu dengan
stunting (p <0001). Hasil penelitian
Cruz, L.M (2017), di Mozambi,
menunjukkan hasil bahwa jumlah anak
di bawah lima tahun yang ada dalam
sebuah rumah tangga berhubungan
signifikan dengan stunting. Sekain itu,
hal lain yang berhubungan dengan
stunting adalah berat lahir, status
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
6 | P a g e
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, tinggal di
daerah pedesaan, ukuran keluarga,
memasak dengan arang, menghuni
perumahan kayu atau jerami atau
perumahan tanpa lantai yang layak,
durasi menyusui secara keseluruhan serta
lamanya menyusui eksklusif, dan waktu
inisiasi pemberian makanan pelengkap.
Untuk mencegah kondisi ini maka
Pasangan Usia Subur (PUS) diberikan
pemahaman mengenai risiko yang akan
terjadi jika memiliki anak dengan jumlah
banyak, baik risiko bagi ibu maupun
bayinya. Keluarga yang telah terlanjur
memiliki anak dalam jumlah banyak
didorong untuk memberikan perhatian
lebih kepada anaknya terutama yang
berusia balita, dalam hal pemenuhan
kebutuhan gizi, serta pemeliharaan status
kesehatan.
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif
Dengan Stunting
Menurut WHO ASI eksklusif adalah
pemberian ASI saja pada bayi sampai
usia 6 bulan tanpa tambahan cairan
ataupun makanan lain. ASI dapat
diberikan sampai bayi berusia 2 tahun.
Hasil penelitian yang dilakukan Seni
Rahayu dkk (2019) menunjukkan bahwa
bayi yang tidak mendapatkan ASI secara
eksklusif memiliki risiko 2,62 kali lebih
tinggi untuk mengalami stunting. Hal ini
sejalan dengan penelitian Fitri Lidia
(2018) dan Triana Noor Hanida dan
Haniyah Siti (2019) yang menunjukkan
adanya hubungan pemberian ASI
eksklusif dengan stunting pada balita
(p=0,004). Penelitian yang dilakukan
oleh Fikadu, T., Assegid, S. dan Dube, L
(2014) pada Balita usia 25-59 bulan di
distrik Meskan, Gurage Zone, Etiopia
Selatan menunjukkan bahwa anak yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif sampai
usia 6 bulan memiliki risiko 3,27 kali
lebih tinggi untuk mengalami stunting
dibandingkan anak yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif samapi 6
bulan. Sejalan pula dengan hasil
penelitian Lestari, E., Hasanah, F. and
Nugroho, N. (2018) yang menunjukkan
bahwa pemberian ASI eksklusif
merupakan faktor perlindungan terhadap
stunting, sehingga pemberian ASI
eksklusif dapat mengurangi prevalensi
stunting pada anak di bawah usia lima
tahun.
ASI merupakan makanan yang paling
baik untuk bayi segera setelah lahir.
Pemberian ASI eksklusif dapat
memenuhi kebutuhan zat gizi bayi serta
penunjang pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal sehingga
dapat mempengaruhi status gizi bayi.
Pemberian ASI dianjurkan diberikan
hingga anak berusia 2 tahun. Bagi bayi
usia 6-8 bulan, ASI masih memenuhi
kebutuhan kalori sebanyak 70%, untuk
bayi usia 9-11 bulan dapat memenuhi
kalori sebanyak 55% sementara untuk
bayi usia 12 – 23 bulan dapat memenuhi
kalori sebanyak 40%. Keadaan ini akan
secara bermakna memenuhi kebutuhan
makanan bayi sampai usia 2 tahun.
Dengan demikian, pemberian ASI
terutama ASI eksklusif akan membantu
mengurangi angka kejadian kurang gizi
dan pertumbuhan yang terhenti yang
umumnya terjadi pada usia ini. Selain
itu, ASI juga memiliki antibodi yang
lengkap sehingga bayi yang mendapat
ASI akan lebih jarang menderita sakit
dan akan menekan angka kesakitan dan
kematian bayi. Hasil penelitian Lamberti,
L.M., Fischer Walker, C.L., Noiman, A.
et al. (2011) menunjukkan bahwa bayi
yang tidak mendapatkan ASI eksklusif
memiliki risiko kematian akibat diare
yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bayi yang mendapatkan ASI eksklusif
(RR: 10,52).
Para ibu yang memiliki bayi harus
didorong untuk memberikan ASI secara
eksklusif disertai adanya dengan
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
7 | P a g e
dukungan dari suami dan keluarga
terdekat. Hal ini dapat diupayakan sejak
ibu menjalani kehamilan dengan
memberikan informasi yang tepat terkait
ASI eksklusif juga berbagai upaya yang
dapat dilakukan untuk menunjang
keberhasilannya. Suami dan keluarga
terdekat juga perlu mendapatkan
informasi terkait ini agar bisa menunjang
keberhasilan ibu dalam memberikan ASI
eksklusif.
KESIMPULAN
Berdasarkan studi literatur yang
dilakukan menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara paritas
ibu dan pemberian ASI eksklusif
terhadap kejadian stunting pada balita.
Tenaga kesehatan, tokoh masyarakat dan
tokoh agama harus bersinergi dalam
melakukan upaya mendorong Pasangan
Usia Subur (PUS) dapat mengatur
jumlah anak yang dimiliki. Selain itu
para ibu dan juga suami dan keluarga
terdekat diberikan pemahaman dan
kesadaran untuk dapat memberikan ASI
secara eksklusif melalui kegiatan
konseling terhadap ibu hamil yang
berkunjung ke posyandu, atau pada
kelas ibu hamil. Selain itu kehadiran
klinik laktasi juga diperlukan agar dapat
membantu ibu berhasil memberikan ASI
secara eksklusif.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan.
2019. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
Kementerian Kesehatan.
Cheikh Mbacké Faye, et all. 2018.
Factors Associated With Recovery From
Stunting Among Under-Five Children In
Two Nairobi Informal Settlements.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.021
5488. [13/03/2020]
Cruz, L.M., Azpeitia, G.G., Súarez, D.R.,
Rodríguez, A.S., Ferrer, J.F., & Serra-
Majem, L. 2017. Factors Associated with
Stunting among Children Aged 0 to 59
Months from the Central Region of
Mozambique. Nutrients.
Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat. 2019. Pedoman Pencegahan
dan Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita.
Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Fikadu, T., Assegid, S. & Dube, L. 2014.
Factors associated with stunting among
children of age 24 to 59 months in
Meskan district, Gurage Zone, South
Ethiopia: a case-control study. BMC
Public Health 14, 800.
https://doi.org/10.1186/1471-2458-14-
800.
Lamberti, L.M., Fischer Walker, C.L.,
Noiman, A. et al. 2011. Breastfeeding
and the risk for diarrhea morbidity and
mortality. BMC Public Health 11, S15.
https://doi.org/10.1186/1471-2458-11-
S3-S15
Lidia Fitri, 2018. Hubungan BBLR Dan
ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting
Di Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru.
Jurnal Endurance. Volume 3, Nomor 1.
Lestari, E., Hasanah, F. and Nugroho, N.
2018. Correlation between non-exclusive
breastfeeding and low birth weight to
stunting in children. Paediatrica
Indonesiana. 58, 3 (Jun. 2018), 123-7.
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
8 | P a g e
DOI:https://doi.org/10.14238/pi58.3.201
8.123-7.
Louise H. Dekker, Mercedes Mora-
Plazas, Constanza Marín, Ana Baylin,
dan Eduardo Villamor (2010). Stunting
associated with poor socioeconomic and
maternal nutrition status and respiratory
morbidity in Colombian schoolchildren.
Food and Nutrition Bulletin, Vol. 31, no.
2 © 2010, The United Nations
University.
Palino,Inochi, dkk. 2017. Determinan
Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-
59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Puuwatu Kota Kendari Tahun 2016.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat. Volume 2, Nomor 6.
Pusat Data dan Informasi. 2018. Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Rahayu, Seni dkk. 2019. Hubungan
Pengetahuan, Sikap, Perilaku Dan
Karakteristik Ibu Tentang ASI Eksklusif
Terhadap Status Gizi Bayi. Jurnal
AcTion: Aceh Nutrition Journal,
Volume 4, Nomor 1.
Satriani, Elly, dkk. 2020. Analisis Faktor
Ibu Dengan Kejadian Memiliki Anak
Balita Stunting Di Kota Pekanbaru.
2019. Jurnal Medika Usada. Volume 3,
Nomor 1.
Taufiqoh, Syuhrotut dkk. 2017.
Maternal Parity And Exclusive
Breastfeeding History Are Significantly
Associated With Stunting In Children
Aged 12-59 Months. Majalah Obstetri &
Ginekologi, Volume 25, Nomor 2.
Triana Noor Hanida dan Haniyah Siti.
2019. Relationship of Exclusive
Breastfeeding, Complementary Feeding
and Nutritional Intake with Stunting in
Creator
Hariyani Sulistyoningsih
Format
PDF
Language
INDONESIA
Type
TEXT
Files
Citation
Hariyani Sulistyoningsih, “PROSIDING SEMINAR NASIONAL KESEHATAN 2020 STIKES RESPATI YOGYAKARTA TAHUN 2020
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
1 | P a g e
HUBUNGAN PARITAS DAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
DENGAN STUNTING PADA BALITA
(LITERATURE REVIEW),” Repository Horizon University Indonesia, accessed November 21, 2024, https://repository.horizon.ac.id/items/show/183.
Prosiding Seminar Nasional Kesehatan “Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menurunkan Kejadian Stunting” Tahun 2020
1 | P a g e
HUBUNGAN PARITAS DAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
DENGAN STUNTING PADA BALITA
(LITERATURE REVIEW),” Repository Horizon University Indonesia, accessed November 21, 2024, https://repository.horizon.ac.id/items/show/183.